Beranda
Kristen
Lifestyle
Integritas: Identitas Kristen yang Membawa Terang
September 29, 2025

Integritas: Identitas Kristen yang Membawa Terang

Di tengah kesibukan pekerjaan, pelayanan, bahkan tekanan ekonomi, orang Kristen sering tergoda untuk sekadar ikut arus dunia. Kita rajin beribadah, aktif melayani, namun pertanyaannya: apakah hidup kita benar-benar mencerminkan terang Kristus? Dunia tidak sedang menunggu kata-kata indah, melainkan hidup yang penuh integritas—hidup yang jujur, kudus, dan konsisten dengan iman kita.

Integritas bukanlah semacam 'add-on' untuk orang percaya, tapi itu seharusnya sudah 'built-in' dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen ketika kita sudah menerima anugerah keselamatan dari Allah melalui pengorbanan Kristus di salib. Rasul Petrus mengingatkan: “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus” (1 Petrus 1:16). Kekudusan berarti dipisahkan bagi Allah, hidup berbeda dari dunia. Dan integritas adalah wujud kekudusan itu: jujur sekalipun tidak ada yang melihat, setia sekalipun tidak ada yang memuji.

Kehidupan Yusuf di Mesir menunjukkan hal ini. Ia menolak godaan istri Potifar bukan karena ada saksi mata, tetapi karena ia takut akan Allah (Kejadian 39:9). Integritasnya membuat Allah mempercayakan kepadanya tanggung jawab besar. Sebaliknya, tanpa integritas, sebesar apa pun kekayaan atau kuasa, semuanya tidak berarti. Betapa sering kita melihat, “di tangan orang yang benar, hal kecil bisa menjadi besar, tetapi di tangan orang yang salah, sebesar apa pun tidak ada artinya.”

Itulah sebabnya integritas jauh lebih penting daripada sekadar kemampuan teknis. Kompetensi bisa dipelajari, tetapi tanpa integritas, semua pencapaian akan runtuh. Kita mungkin bukan yang paling pintar, tetapi jangan sampai kita kalah dalam ketekunan dan kesetiaan. Dan sesungguhnya, yang menentukan kualitas hidup bukan hanya apa yang kita lakukan di jam kerja, tetapi juga apa yang kita pilih di luar jam kerja—waktu pribadi yang seharusnya kita gunakan untuk membangun relasi dengan Tuhan, keluarga, dan diri kita sendiri. Dari ruang pribadi inilah lahir integritas sejati, yang tidak dapat digantikan dengan apa pun.

Integritas juga nyata dalam keberanian Sadrakh, Mesakh, dan Abednego. Mereka lebih memilih masuk dapur api daripada menyembah berhala (Daniel 3). Dunia mungkin melihat mereka bodoh, tetapi Allah melihat kesetiaan mereka yang teguh. Inilah integritas yang tidak bisa dibeli atau diganti dengan kompromi.

Bagaimana dengan kita hari ini? Integritas bukan hanya soal keputusan besar, melainkan juga dalam keseharian. Sebagai guru, integritas berarti mengajar dengan sabar dan tulus, bukan sekadar mentransfer pengetahuan. Sebagai ASN, integritas berarti bekerja dengan jujur, melayani masyarakat sebagai bentuk ibadah, bukan sekadar menggugurkan kewajiban. Sebagai pengusaha atau pedagang, integritas berarti jujur kepada pelanggan, ramah, dan sabar, bahkan saat keuntungan menurun. Sebagai sopir atau driver online, integritas hadir lewat kesopanan, keamanan, dan pelayanan yang tulus kepada penumpang.

Integritas lahir bukan dari ketakutan, melainkan dari hati yang sudah ditebus oleh Kristus. Hidup kudus dan berintegritas adalah respon syukur atas kasih Allah, bukan syarat untuk dikasihi. Ketika kita mengecap kebaikan Tuhan, kita tidak mungkin lagi hidup sama seperti dulu.

Dunia tidak menunggu gereja dengan program megah, tetapi orang-orang percaya yang nyata kasihnya, jujur hidupnya, dan berani bersaksi. Integritas kita adalah terang yang menyinari keluarga, tempat kerja, dan masyarakat.

Mari bertanya kepada diri sendiri: apakah hidup saya mencerminkan integritas yang lahir dari iman, atau justru menjadi batu sandungan bagi orang lain? Biarlah melalui setiap pilihan kita, orang melihat Kristus yang hidup di dalam kita.

Artikel ini terinspirasi dari pandangan Ivan Cahyadi Presiden Direktur PT HM Sampoerna Tbk. mengenai pentingnya integritas dalam kepemimpinan dalam perusahaan, serta khotbah dari Ev. Enik Lisma Putri, Agustus 2025.

Tidak ada komentar