Beranda
CXF BLOG
Kesehatan
Lifestyle
Bukan Gaya-Gayaan, Ini Alasan Serius Saya Nge-Gym
Maret 29, 2025

Bukan Gaya-Gayaan, Ini Alasan Serius Saya Nge-Gym

Akhirnya saya memutuskan untuk mendaftar sebagai member di sebuah fitness center di dekat rumah. Saya berusia 43 tahun, dengan tinggi badan 177 cm dan berat badan 103 kg—yang sebelumnya sempat mencapai 116 kg. Sebenarnya, keinginan untuk bergabung dengan gym sudah muncul sejak lama. Saya sadar bahwa tubuh ini sudah tidak sehat. Tapi terus terang, saya sempat menunda karena bagi saya, nge-gym itu kebutuhan sekunder. Biayanya cukup mahal. Lagipula, olahraga kan harusnya bisa gratis.

Jalan kaki atau lari keliling kompleks? Gratis. Latihan otot dengan body weight seperti push-up, sit-up, plank, atau aktivitas angkat ember air? Juga gratis. Bahkan YouTube penuh dengan tutorial latihan yang bisa diikuti di rumah. Jadi buat apa bayar untuk nge-gym?

Gambar ilustrasi, CXF-29032025 

Titik Balik

Tahun 2023 dan 2024 jadi masa yang cukup berat. Asam urat saya kambuh hampir setiap bulan—bahkan bisa dua sampai tiga kali dalam sebulan. Saya ingat pertama kali merasakannya sekitar tahun 2006. Saat itu, saya sering makan rebung dan kangkung karena pilihan menu di kantin dekat kantor terbatas. Mungkin itulah pemicunya.

Waktu masih muda, saya anggap asam urat bukan masalah besar. Minum obat pereda nyeri, lalu sembuh sendiri. Begitu terus bertahun-tahun. Tapi makin ke sini, frekuensinya makin sering dan lebih menyakitkan. Rasa nyeri biasanya menyerang pergelangan kaki atau sendi jempol.

Memasuki usia 40 tahun, semuanya berubah. Serangan asam urat makin menyiksa. Mei 2024, saya memutuskan untuk cek laboratorium. Hasilnya mengejutkan: kadar asam urat saya 9,4 (seharusnya 3,5–7,2).

Seperti biasa, saya hanya mengandalkan obat pereda nyeri: Natrium Diklofenak—tanpa resep dokter. Tapi saya sadar, ini tidak bisa diteruskan.

September 2024, saya kembali cek lab untuk memeriksa fungsi ginjal. Hasilnya? Serum kreatinin saya 1,55 (nilai normal 0,73–1,18). Nilai eGFR saya 54, yang berarti fungsi ginjal sudah mengalami gangguan ringan. Ini bukan lagi sekadar alarm, ini sudah peringatan keras.

Bertemu Dokter Spesialis

Saya memutuskan untuk mencari pertolongan medis serius. Meski saya peserta BPJS dan rutin mendapat obat allopurinol untuk asam urat, saya merasa pengobatannya tidak optimal. Sejak 2017, saya sudah mengonsumsi allopurinol, tetapi kondisinya malah memburuk. Bahkan fungsi ginjal saya ikut terdampak, padahal saya sudah berusaha menjaga pola makan.

Singkat cerita, saya bertemu dengan dr. Jeffrey Ongkowijaya, Sp.PD-KR. Puji Tuhan, sejak menjalani perawatan dengan beliau selama enam bulan, saya tidak pernah lagi mengalami serangan asam urat. Desember 2024, hasil lab saya menunjukkan progres signifikan: asam urat turun ke 7,0, serum kreatinin menjadi 1,42, dan eGFR naik dari 54 menjadi 60.

Keputusan untuk Nge-Gym

Walau pengobatan berjalan baik, ada satu hal yang tetap membebani: biaya. Setiap bulan, saya harus mengeluarkan sekitar Rp600.000 untuk konsultasi dan obat-obatan. Dari situ saya sadar, biaya pengobatan jauh lebih mahal daripada biaya pencegahan.

Di Manado, ada fitness center yang hanya mematok harga di bawah Rp400.000 per bulan. Jauh lebih murah dibanding biaya dokter. Tapi saya masih memegang prinsip lama: olahraga itu harusnya gratis.

Karena itu, saya mencoba berolahraga mandiri. Saya rutin jalan kaki pagi selama 1,5 jam. Saya juga membeli dumbbell dan papan push-up. Selama beberapa bulan, saya cukup konsisten—terutama dengan jalan kaki.

Tapi tahun 2025 ini, aktivitas harian mulai padat. Jadwal jalan kaki pun mulai berantakan. Dalam sebulan, saya hanya sempat olahraga sekali dua kali. Kalau begini terus, saya tahu ini bisa berbahaya.

Akhirnya saya menyerah pada idealisme saya soal "olahraga gratis". Saya butuh fleksibilitas waktu, dan saya sadar kalau saya tidak cukup disiplin sendiri. Gym menawarkan solusi itu.

Dan saya punya target jelas: menurunkan berat badan. Untuk membakar 0,5 kg lemak, dibutuhkan sekitar 3.500 kalori. Jalan kaki 1,5 jam setiap hari selama seminggu mungkin bisa mencapainya—kalau saya konsisten. Tapi nyatanya, itu tidak realistis tanpa bantuan gym.

Penutup

Saya tulis semua ini di blog sebagai pengingat untuk diri sendiri: inilah alasan kamu memutuskan nge-gym. Jangan sia-siakan kesempatan ini. Tubuh ini harus sehat—bukan cuma demi diri sendiri, tapi bagi saya, menjaga kesehatan tubuh juga sebagai ungkapan syukur saya kepada Tuhan serta bentuk tanggungjawab saya sebagai kepala keluarga untuk selalu sehat.

Bagi Anda yang sudah membaca sampai akhir, terima kasih banyak. Semoga kisah ini bermanfaat. Salam sehat!

Tidak ada komentar