Beranda
Teknologi
Bagaimana SEO Google Merespon Artikel AI?
Maret 19, 2025

Bagaimana SEO Google Merespon Artikel AI?

Halo pembaca 👋😊 asumsi saya, Anda sampai di sini karena tertarik dengan link yang saya bagikan di akun medsos saya, terima kasih. Ya,... Jika saya beruntung (walaupun sangat kecil kemungkinannya) Anda tiba di Blog ini melalui Google, Bing, atau Yahoo. Nah... Jika kamu tiba dari google atau mesin pencarian lainnya, nanti tolong kasih komentar ya pada kolom kometar di bawah.

Bagi Anda yang sudah pernah mengunjungi Blog ini, terima kasih karena telah kembali lagi. Anda pasti sudah tahu kalau hampir 100% konten di sini dibuat dengan AI. Nah, pada kesempatan ini saya akan membahas tentang, bagaimana sih SEO Google merespon pada artikel yang dibuat AI?

Ilustrasi: Robot Google sementara memfilter hasil pencarian | Gambar oleh seroundtable.com

Pengantar

Konten ini dibuat sebagai respon dari bincang-bincang saya dengan teman tentang apa dampak dari artikel yang dihasilkan atau ditulis oleh AI terhadap sebuah website atau blog seperti ini? Jadi saya mencoba melakukan 'Deep Research' menggunakan Chat-GPT, prompt saya seperti ini: 

Prompt:
“Apa pengaruh tulisan AI, a 100% AI generated article terhadap pencarian mesin pencari seperti Google?” 

Kemudian AI merespon demikian: 

Jawaban AI:
“Apakah Anda ingin mengetahui pengaruh tulisan AI terhadap peringkat SEO di Google, bagaimana Google mendeteksi konten AI, atau dampak terhadap visibilitas dan traffic situs web? Mohon jelaskan lebih lanjut aspek yang ingin Anda fokuskan.“

Prompt (tanggapan):
Ya, semua yang kamu sebutkan itu, aku mau tahu semua datanya.

Jawaban AI (tanggapan balik):
Saya akan meneliti pengaruh artikel yang sepenuhnya dihasilkan oleh AI terhadap pencarian mesin pencari seperti Google. Ini mencakup:
- Bagaimana Google mendeteksi konten AI dan algoritma yang digunakannya.
- Dampak konten AI terhadap peringkat SEO dan visibilitas dalam hasil pencarian.
- Faktor yang mempengaruhi apakah konten AI bisa tetap berkinerja baik dalam pencarian.
- Kebijakan terbaru Google terkait konten buatan AI.
- Saya akan kembali dengan data dan wawasan yang relevan segera.

Chat-GPT menampilkan informasi: Research completed in 4m· 26 sumber

Jawaban Chat-GPT

Pendahuluan

Penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk menulis artikel meningkat pesat. Hal ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana konten yang sepenuhnya dihasilkan AI memengaruhi SEO dan hasil pencarian Google? Berikut kami ulas temuan terbaru mengenai cara Google mendeteksi konten AI, dampaknya pada peringkat SEO, faktor-faktor kinerja konten AI, serta kebijakan terbaru Google terkait konten buatan AI. Penjelasan dilengkapi data terkini, analisis pakar SEO, dan contoh kasus relevan.

Bagaimana Google Mendeteksi Konten AI (Algoritma & Teknik)

Google telah mengembangkan berbagai sistem untuk mendeteksi konten spam atau otomatis, termasuk yang dihasilkan oleh AI. Dalam panduan resminya, Google menyatakan: “Kami memiliki beberapa sistem, termasuk SpamBrain, yang menganalisis pola dan sinyal untuk mendeteksi konten spam, apa pun cara pembuatannya (kopp-online-marketing.com). SpamBrain adalah algoritma AI Google yang dirancang khusus untuk menemukan spam; sistem ini terus belajar mengenali pola konten berkualitas rendah atau manipulatif (ignitingbusiness.com). Artinya, Google tidak fokus semata-mata pada “apakah teks ditulis AI atau manusia”, melainkan apakah konten tersebut memenuhi kriteria kualitas atau terindikasi spam.

Selain SpamBrain, Google juga menerapkan berbagai algoritma kualitas konten (misalnya Helpful Content system, Product Reviews system) yang secara tidak langsung bisa menandai konten AI jika konten tersebut dangkal atau tidak memenuhi standar. Misalnya, algoritma Helpful Content diperkenalkan untuk menurunkan peringkat “konten yang dibuat untuk mesin pencari, bukan untuk membantu pengguna” – ini mencakup banyak konten tipis yang bisa jadi ditulis AI (positional.com) (searchengineland.com). Google juga mengisyaratkan upaya mendeteksi AI melalui tim Search Quality-nya. Sebuah temuan dari profil LinkedIn salah satu pegawai Google mengindikasikan ia memimpin tim yang mengerjakan “deteksi dan perlakuan konten yang dihasilkan AI” dalam ranking Google (searchenginejournal.com). Ini sinyal bahwa deteksi konten AI telah menjadi bagian dari upaya kualitas pencarian Google.

Apakah Google mampu 100% membedakan teks AI? Pihak Google sendiri agak tertutup. John Mueller (Search Advocate Google) pada 2022 mengatakan ia “tidak bisa mengklaim” Google selalu bisa membedakan konten AI vs manusia (positional.com). Namun jika tim webspam mendapati konten yang jelas dibuat otomatis (AI) untuk manipulasi, konten itu akan dianggap spam dan dapat dikenai tindakan (positional.com). Para peneliti pun skeptis bahwa ada alat deteksi AI yang akurat untuk semua model bahasa (kopp-online-marketing.com). Banyak AI detector publik sering keliru menandai teks manusia sebagai AI dan sebaliknya (kopp-online-marketing.com). Karena itu, Google kemungkinan lebih mengandalkan sinyal kualitas dan pola spam (misal: originalitas rendah, bahasa berputar-putar, tidak ada tanda keahlian) daripada sekadar mengecek “ini AI atau bukan”. Singkatnya, Google mendeteksi konten AI dengan mendeteksi ciri-ciri spam dan konten berkualitas rendah melalui algoritma seperti SpamBrain, bukan dengan flag “AI” secara eksplisit (kopp-online-marketing.com).

Dampak Konten AI terhadap Peringkat SEO dan Visibilitas

Konten AI dapat berperingkat baik di Google asalkan memenuhi standar kualitas. Data terbaru menunjukkan bahwa artikel hasil AI bisa bersaing dengan artikel tulisan manusia. Studi Semrush (2024) menganalisis 20 ribu artikel di hasil pencarian dan menemukan ~8% di antaranya terdeteksi sebagai “kemungkinan konten AI” (semrush.com). Menariknya, proporsi artikel AI yang muncul di 10 besar Google hampir sama dengan konten manusia – sekitar 57% konten AI vs 58% konten manusia berhasil menembus Top 10 (semrush.com). Bahkan, porsi konten AI yang meraih posisi #1 hanya sedikit di bawah konten manusia (7,3% vs 9,4%, lihat grafik di bawah). Ini menunjukkan konten berbasis AI bisa muncul di peringkat atas jika berkualitas dan relevan dengan pencarian pengguna.

(semrush.com) Grafik perbandingan presentase artikel AI vs. artikel manusia yang berhasil masuk posisi teratas Google (Semrush, 2024) (semrush.com). Terlihat performa konten AI hampir seimbang dengan konten manusia di Top 10 hingga Top 3 hasil pencarian.

Para praktisi SEO juga melaporkan hasil serupa. Dalam survei terhadap 700+ marketer oleh Semrush, mayoritas (sekitar 64%) menyatakan konten yang dibantu AI kinerjanya sama atau lebih baik dari konten murni manusia (semrush.com). Hanya 9% yang melaporkan hasil SEO lebih buruk dengan konten AI (semrush.com). Namun, penting dicatat: 73% responden tidak semata-mata mengandalkan AI mentah, melainkan mengombinasikan AI dengan penulisan/penyuntingan manual (semrush.com). Dengan kata lain, konten AI yang sukses biasanya melalui kurasi atau editing manusia agar memenuhi standar.

Di sisi lain, konten AI berkualitas rendah dapat berdampak negatif. Google secara aktif meningkatkan algoritma untuk menurunkan konten AI yang spammy atau tidak membantu. Misalnya, update algoritma core Maret 2024 dilaporkan memukul banyak situs dengan konten AI generik. Pakar SEO Roger Montti mencatat bahwa “update inti Maret 2024 Google menghukum situs yang dibuat dengan konten AI” dan menegaskan konten AI murni sulit memenuhi standar kualitas Google (searchenginejournal.com). Beberapa situs yang sebelumnya dipenuhi artikel AI berjumlah massal dilaporkan mengalami penurunan visibilitas signifikan pasca update “Helpful Content” dan core updates terbaru. Ini sejalan dengan tujuan Google memastikan hasil pencarian diisi konten bermanfaat dan bermutu – jika konten AI dihasilkan hanya demi jumlah (kuantitas) dan ranking, besar kemungkinan kinerjanya akan buruk atau terkena penalti algoritmik (positional.com) (searchengineland.com).

Contoh kasus: Situs CNET (media teknologi) sempat bereksperimen menerbitkan puluhan artikel finansial yang ditulis oleh mesin AI (dengan edit manusia minimal). Hasilnya, banyak kesalahan faktual ditemukan, memicu koreksi massal dan kritikan publik (futurism.com) (futurism.com). Meskipun sebagian artikel AI CNET sempat ranking, reputasi dan kualitasnya dipertanyakan. Audit independen bahkan menemukan 87% dari 78 artikel AI CNET dapat terdeteksi oleh alat publik sebagai konten AI (searchlogistics.com). Ini menunjukkan bahwa sekadar menayangkan konten AI belum tentu memberi keuntungan jangka panjang – kualitas dan akurasi tetap kunci untuk mempertahankan peringkat serta kepercayaan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Konten AI di Pencarian

Tidak semua konten AI bernasib sama di hasil pencarian. Ada beberapa faktor kunci yang menentukan apakah artikel buatan AI bisa tetap berkinerja baik:

  • Kualitas dan Kebermanfaatan Konten: Google menilai konten berdasarkan relevansi dan sejauh mana konten menjawab kebutuhan pengguna. Konten AI yang unik, informatif, akurat, dan lengkap cenderung berkinerja baik. Sebaliknya, konten dangkal atau sekadar parafrase akan dianggap “tidak membantu”. Google menegaskan ingin memberi reward pada konten berkualitas tinggi apa pun cara pembuatannya (positional.com). Jadi, fokus utama adalah kualitas, bukan siapa penulisnya (surferseo.com). Bila AI digunakan, pastikan hasil akhirnya memenuhi standar konten berkualitas layaknya tulisan pakar.

  • Pengayaan oleh Manusia (Human Touch): Konten AI mentah sering kali generik. Sentuhan editor atau penulis manusia dapat meningkatkan performa dengan menambahkan insight, data aktual, atau gaya bahasa yang lebih engaging. Pakar menyarankan untuk tidak langsung copy–paste artikel dari AI; idealnya, lakukan penyuntingan, verifikasi fakta, dan tambahkan sudut pandang original sebelum dipublikasikan (positional.com) (positional.com). Studi juga menunjukkan strategi kombinasi ini efektif – mayoritas pelaku SEO yang menggabungkan AI + editing manusia melaporkan hasil SEO yang baik (semrush.com). Jadi, faktor human involvement berperan besar.

  • E-E-A-T (Experience, Expertise, Authoritativeness, Trustworthiness): Google kian menekankan otoritas dan kepercayaan pada konten, apalagi untuk topik kritis (kesehatan, finansial, dsb). Konten AI sering kesulitan memenuhi elemen E-E-A-T ini secara alami. Misalnya, metrik “Experience” mengharuskan adanya bukti pengalaman langsung – sesuatu yang AI tidak punya (searchenginejournal.com) (searchenginejournal.com). Begitu pula info tentang penulis ahli dan kredibilitas sumber. Google’s self-assessment guidelines bertanya: “Apakah konten menunjukkan keahlian yang jelas, misalnya melalui profil penulis atau sumber yang kredibel?” (searchenginejournal.com). Konten AI tanpa penulis jelas bisa kurang dipercaya. Oleh karena itu, konten AI akan lebih baik kinerjanya jika didukung oleh atribusi penulis yang kredibel, tautan sumber tepercaya, dan bukti keahlian. Beberapa fitur Google bahkan secara eksplisit mengutamakan konten manusia: Google News mensyaratkan artikel dengan penulis manusia dan Google Perspectives (diluncurkan 2023) menonjolkan postingan forum/komentar dengan perspektif personal (searchenginejournal.com). Jadi, agar konten AI tetap kompetitif, integrasikan faktor kredibilitas ini (misal: cantumkan editor/peninjau ahli untuk artikel AI).

  • Orisinalitas dan Nilai Tambah: Konten yang hanya merangkum apa yang sudah ada berpeluang kecil untuk menonjol di pencarian. Google menilai tinggi informasi original dan analisis mendalam (searchenginejournal.com). Kelemahan umum konten AI adalah cenderung generik atau template (karena model bahasa memprediksi kata umum). Jika ingin konten AI berperingkat baik, pastikan ada nilai tambah – misalnya studi kasus unik, data baru, atau sudut pandang yang tidak klise. Google secara eksplisit bertanya: “Apakah konten memberikan informasi atau analisis yang orisinil dan bukan sekadar hal yang sudah diketahui umum?” (searchenginejournal.com). Konten AI perlu diolah agar memenuhi kriteria ini, misalnya dengan menyuntikkan hasil riset internal atau pengalaman nyata.

  • Tujuan Pembuatan Konten: Google mampu membedakan konten yang dibuat terutama untuk manipulasi SEO vs konten yang memang ditujukan membantu pembaca (positional.com). Jika algoritma mendeteksi pola bahwa sebuah situs menerbitkan ratusan artikel AI hanya demi membidik kata kunci (namun isinya dangkal), situs bisa terdampak oleh Helpful Content Update dan turun peringkat (positional.com). Sebaliknya, jika AI dimanfaatkan untuk mempercepat penulisan tanpa mengorbankan kualitas (misal: memperkaya artikel dengan data, menerjemahkan info teknis ke bahasa awam, dll.), konten tersebut cenderung aman. Intensi “people-first” vs “search-engine-first” sangat mempengaruhi kinerja. Google sendiri menegaskan: “Konten AI tidak masalah selama tidak dibuat untuk manipulasi ranking (positional.com). Jadi, gunakan AI sebagai asisten untuk konten bernilai bagi user, bukan sebagai pabrik artikel filler.

  • Pemantauan dan Pembaruan: Terakhir, faktor keberlanjutan. Konten AI perlu dipantau performanya dan diperbarui jika diperlukan. Algoritma Google selalu berkembang; artikel AI yang tadinya lolos bisa saja kemudian terdeteksi kurang memuaskan. Maka, penting menjaga kualitas situs secara menyeluruh – hapus atau perbaiki konten AI yang tidak perform, agar tidak menyeret turun situs secara keseluruhan (Google menerapkan evaluasi site-wide dalam beberapa update kualitas). Contoh: Jika sekian banyak konten AI di situs Anda ternyata bounce rate-nya tinggi atau mendapat feedback negatif, itu sinyal untuk memperbaiki sebelum Google menilai situs Anda secara keseluruhan kurang membantu.

Kebijakan Terbaru Google Terkait Konten Buatan AI

Sikap resmi Google tentang konten AI telah berevolusi dalam 1-2 tahun terakhir, menuju penerimaan dengan syarat kualitas. Berikut rangkuman kebijakan terkini Google:

  • Dulu: AI sebagai “Spam” (2022) – Pada April 2022, Google melalui John Mueller menyatakan konten yang sepenuhnya dihasilkan AI masuk kategori konten otomatis terlarang sesuai pedoman Webmaster saat itu (positional.com). Google bahkan menyebut konten AI akan dianggap spam dan bisa kena penalti manual oleh tim webspam jika ditemukan (positional.com). Ini membuat banyak webmaster ragu memakai AI, karena khawatir melanggar kebijakan.

  • Perubahan Panduan (Akhir 2022) – Menjelang akhir 2022, nada Google melunak. Google merevisi pedoman menjadi melarang “konten otomatis yang ditujukan untuk manipulasi ranking” alih-alih melarang semua konten otomatis (positional.com). Tokoh Google seperti Danny Sullivan menegaskan “konten AI itu tidak buruk; yang bermasalah adalah konten (baik AI maupun manusia) yang dibuat massal untuk game SEO” (positional.com). Artinya, sejak akhir 2022 fokus Google bergeser ke niat dan kualitas konten, bukan semata metode pembuatannya.

  • Kebijakan Februari 2023 – Google merilis panduan resmi tentang konten AI (Google Search Central Blog, 8 Feb 2023). Intinya, Google menerima konten buatan AI selama memenuhi standar “people-first content.” Google menyatakan ingin “menghadiahi konten bagus, bagaimanapun itu diproduksi (positional.com). Mereka mendorong penerapan prinsip E-E-A-T pada semua konten AI: tunjukkan Experience dan Expertise di topik tersebut, berikan Authoritativeness (misal mencantumkan penulis/peninjau ahli), dan bangun Trustworthiness (misal dengan referensi dan fakta akurat) (positional.com) (positional.com). Google juga mengingatkan siapa pun yang memakai AI agar tidak membuat konten asal-asalan hanya demi peringkat – SpamBrain tetap aktif menindak konten berkualitas rendah yang dibuat untuk manipulasi (positional.com). Secara eksplisit Google menyebut: “Menggunakan AI untuk konten tidaklah terlarang; yang terlarang adalah spam apa pun bentuknya.” Dengan panduan ini, Google menghapus stigma “AI = spam” dan menggantinya dengan pendekatan “AI boleh asal berguna.” Bahkan, Google memberi saran transparansi: kalau dirasa perlu, ungkapkan penggunaan AI pada konten agar pengguna paham konteks pembuatannya (seo.ai) (seo.ai). (Google menyebut disclosure AI dapat dilakukan jika audiens dianggap ingin tahu bagaimana konten dibuat, meski ini bukan keharusan teknis).

  • Update “Helpful Content” September 2023 – Pada September 2023, Google kembali menegaskan penerimaan konten AI melalui perubahan halus di dokumentasi. Google menghapus frasa “ditulis oleh manusia” dari panduan konten bermanfaat, sehingga bunyinya kini: “konten yang dibuat untuk orang (people) dalam hasil pencarian”. Perubahan dari “written by people” menjadi “created for people” ini dimaknai sebagai sinyal jelas bahwa konten AI pun oke, selama ditujukan untuk manusia (searchenginejournal.com). Pakar SEO Barry Schwartz mencatat perubahan ini dan menyimpulkan: Google mengindikasikan konten AI tidak apa-apa jika membantu user (searchengineland.com). Update ini juga disertai peningkatan algoritma Helpful Content classifier yang lebih baik dalam menilai konten berperspektif pribadi atau ahli (searchengineland.com). Jadi, Google semakin canggih mengukur quality (misal: apakah ada sudut pandang pengalaman) dan tidak lagi sekadar melihat apakah konten ditulis AI.

  • Awal 2024 – Meski Google secara kebijakan menerima konten AI, pada praktiknya mereka terus menyempurnakan sistem ranking agar konten terbaik yang muncul. Jika banyak konten AI bermutu rendah beredar, Google akan menyesuaikan algoritma untuk menekannya. Contohnya, dalam core update Mar 2024, situs dengan proporsi besar konten AI tipis terkena dampak (searchenginejournal.com). Namun, ini bukan berarti Google mendiskriminasi AI secara buta, melainkan karena konten tersebut gagal di metrik kualitas. Google juga mulai menggabungkan sinyal kepengarangan di beberapa fitur (Google News, Perspectives) yang mungkin kurang menguntungkan konten tanpa penulis jelas. Intinya, kebijakan Google saat ini membolehkan konten AI, tetapi standarnya sama ketatnya dengan konten lain. Google akan terus menyesuaikan pedoman seiring evolusi AI, namun selama penerbit fokus pada kualitas dan kepuasan pengguna, konten AI mereka bisa berhasil di SEO. Google sendiri bahkan menggunakan AI dalam produknya (misal fitur AI di Search Generative Experience), menandakan AI bukan hal tabu asalkan dimanfaatkan secara positif.

Kesimpulan

Konten yang sepenuhnya dihasilkan AI dapat muncul dan bersaing di hasil pencarian Google, asalkan dibuat dengan pendekatan people-first. Google mendeteksi dan menilai konten AI melalui algoritma kualitas (seperti SpamBrain dan Helpful Content) yang fokus pada sinyal spam vs manfaat – bukan sekadar apakah konten tersebut buatan AI. Jika konten AI disusun dengan berkualitas, informatif, original, serta memperhatikan E-E-A-T, data menunjukkan kinerjanya dapat menyamai konten manusia (Does Google Penalize AI Content? New Data Research) (Does Google Penalize AI Content? New Data Research). Namun, bila digunakan secara serampangan untuk mengisi halaman dengan konten dangkal, konten AI akan sulit rank dan berisiko terkena penalti algoritma.

Faktor-faktor kunci seperti keterlibatan penulis/editor manusia, pemenuhan standar E-E-A-T, dan tujuan pembuatan konten (untuk pembaca, bukan sekedar mesin pencari) sangat menentukan performa SEO konten AI. Google juga telah memperbarui kebijakannya: sekarang tidak melarang konten AI secara spesifik, melainkan menekankan “konten yang dibuat untuk orang, apa pun alatnya”. Kebijakan terbaru Google (per 2023-2024) justru mengakui AI sebagai alat sah dalam pembuatan konten, selama konten tersebut relevan dan membantu pengguna (surferseo.com) (searchengineland.com).

Bagi praktisi SEO, pesan utamanya jelas: fokuslah pada kualitas konten dan pengalaman pengguna. AI bisa menjadi alat ampuh untuk efisiensi, tapi tetap perlakukan output AI dengan editorial yang ketat. Gunakan AI untuk menghasilkan ide, draft, atau data, lalu poles dengan keahlian dan insight manusia. Dengan demikian, konten AI Anda tidak hanya “lolos” dari filter Google, tapi juga memberikan nilai nyata sehingga meraih peringkat tinggi secara berkelanjutan. Selalu pantau perkembangan kebijakan Google, tetapi prinsip dasarnya kemungkinan bertahan: konten yang terbaik bagi pengguna akan terbaik pula di mata Google, tak peduli AI atau bukan.

Penutup

Konten pertama di blog ini, saya publish pada Februari 2024, setahun berjalan saya merasa cukup puas dengan pencapaiannya. Saat menyelesaikan tulisan ini, total visitor cxfranklin.com menurut statsblog dari Blogger ada di-angka 9000 dengan perujuk teratas adalah google. Jujur saya kaget, dan tidak tahu pasti kenapa visitor bisa mencapai angka 9000, saya kurang paham soal statistik blog. Apakah visitor memang betul dari rekomendasi Google dan mesin pencari lainnya? Apakah karena link yang saya bagikan di medsos, atau karena template blog yang saya gunakan? Mungkin template juga memiliki pengaruh terhadap SEO blog, saya tidak tahu. 

Hal yang membuat saya merasa senang adalah informasi yang didapat oleh AI di atas, bahwa "konten yang terbaik bagi pengguna akan terbaik pula di mata Google, tak peduli AI atau bukan." Artinya, jika konten yang diproduksi memiliki nilai manfaat, maka walaupun dibuat oleh AI, Google tetap akan merekomendasikan konten itu pada hasil pencariannya. Mungkin konten-konten yang saya buat ini bukan konten atau informasi terbaik dibandingkan blog-blog lain, namun saya berusaha untuk membuat konten berdasarkan pengalaman pribadi dan pengamatan keadaan di masyarakat, misalnya merokok atau makan berlebih, mana yang berbahaya untuk tubuh kita? atau soal kesehatan mental, bagaimana cara atasi sakit hati setelah mengalami penolakan? Saya juga membahas konten spiritual Kristen, seperti AI dan dosa manusia.   

Saya akan terus berkolaborasi dengan AI untuk mengembangkan konten-konten yang bermanfaat dan berguna bagi pembaca. Terima kasih sudah mampir, dan bertahan untuk tetap membaca sampai di sini. Mohon dukungannya untuk memberikan komentar, kritik juga tidak masalah 😁 jika dirasa bermanfaat silahkan bagikan konten-konten di blog ini ke media-media sosial Anda dan ke seluruh dunia. Kalimatnya terdengar tidak asing? 😄 Ya saya penggemar channel YouTube Otomotif Om Mobi. Salam literasi.

Referensi AI:

  1. Google Search Central – Guidance tentang Konten AI ("Google doesn't like AI content!" Myth or truth?) (Google September 2023 helpful content system update rolling out)
  2. Google Search Liaison (Danny Sullivan) – Pernyataan soal fokus kualitas, bukan metode pembuatan ("Google doesn't like AI content!" Myth or truth?) (Google's Guidelines on AI-Generated Content (Updated April 2023))
  3. John Mueller – Komentar 2022 tentang konten AI sebagai spam (Google's Guidelines on AI-Generated Content (Updated April 2023))
  4. Search Engine Journal – Evidence That Google Detects AI-Generated Content, 2025 (Evidence That Google Detects AI-Generated Content)
  5. Semrush – Studi Dampak AI Content, 2024 (Does Google Penalize AI Content? New Data Research) (Does Google Penalize AI Content? New Data Research) (Does Google Penalize AI Content? New Data Research)
  6. Roger Montti (SEJ) – Analisis Update Algoritma Maret 2024 (Google's Algorithm Hates AI Content? How To Make Google Love It)
  7. SEO.ai Blog – Google Helpful Content Update 2023 (Google helpful content guidelines update underlines acceptance of AI content) (Google helpful content guidelines update underlines acceptance of AI content)
  8. Positional Blog – Recap Pedoman Google soal Konten AI, 2023 (Google's Guidelines on AI-Generated Content (Updated April 2023)) (Google's Guidelines on AI-Generated Content (Updated April 2023))
  9. Futurism – Kasus CNET dan AI Content, 2023 (CNET Secretly Used AI on Articles That Didn't Disclose That Fact, Staff Say) (CNET Secretly Used AI on Articles That Didn't Disclose That Fact, Staff Say)
  10. SearchEngineLand – Pembaharuan Kebijakan Google Sept 2023, 2023

Tidak ada komentar