Pilpres dan Pileg 2024 telah usai. Hasil quick count menunjukkan paslon 02, Prabowo-Gibran memenangkan kontestasi dengan perolehan suara sebesar 57,81% (data Charta Politika). Meskipun hasil resmi dari KPU baru akan diumumkan sekitar akhir Maret 2024¹, sebagian besar masyarakat Indonesia sudah yakin bahwa paslon 02 lah yang menang. Saya sendiri adalah pendukung paslon 03 Ganjar-Mahfud, dan saya mengakui Ganjar-Mahfud telah kalah. Walaupun,... Saya kutip pernyataan Miftah Sabri nih, saya suka analoginya, katanya "kemenangan Prabowo-Gibran ini seperti gol 'tangan Tuhan' Maradona." Miftah Sabri adalah anggota Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud.
Retaknya hubungan Jokowi dan Megawati.
Konon, pak Jokowi menginginkan perpanjangan masa jabatan Presiden menjadi 3 periode. Isu ini mulai muncul ke permukaan sejak tahun 2021² dan menghangat serta menjadi perhatian publik pada akhir Oktober 2023 setelah politisi PDIP Adian Napitupulu speak up ke media.³ Diduga, akibat dari penolakan itu Jokowi jadi tidak senang dengan PDIP dan Megawati. Selain cerita penolakan perpanjangan masa jabatan Presiden tadi, retaknya hubungan Jokowi dan Megawati juga diduga karena sikap Megawati yang dinilai arogan dan menganggap remeh Presiden Jokowi dengan ucapannya "Ini Pak Jokowi kalau nggak ada PDIP nggak ada apa-apanya, kashian dah"⁴. Hal itu kemudian membuat marah banyak pendukung Jokowi, baik di kelompok elit maupun di grassroot.
Soal isu perpanjangan masa jabatan Presiden saya tidak akan membahas lebih lanjut, karena selain Adian, pihak PDIP dan Presiden Jokowi membantah hal itu, jadi mungkin hal ini akan tetap menjadi misteri. Tapi soal arogansi PDIP dan Megawati itu sangat terlihat di mata publik dan menurut saya itu blunder besar.
Hampir semua orang yang saya ajak bicara tentang apa alasan mereka memilih Prabowo-Gibran, jawaban mereka semua sama. Mereka tidak suka dengan pernyataan dari Megawati tersebut, bahwa Jokowi tidak ada apa-apanya kalau tidak ada PDIP. Memang dalam sistim pemerintahan Indonesia harus ada partai politiknya karena partai politik memiliki peran penting dalam sistim demokrasi yang dianut oleh Indonesia, yaitu menyambungkan kepentingan, aspirasi, dan nilai masyarakat dengan agenda politik pemerintah. Juga mengawasi dan mengkritisi kinerja pemerintah agar bertanggung jawab, transparan, dan akuntabel kepada rakyat. Selain itu mendukung dan mendorong pembangunan nasional yang sesuai dengan cita-cita dan tujuan partai politik, serta kepentingan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Presiden Indonesia harus melalui partai politik karena untuk dapat mencalonkan diri sebagai presiden, seseorang harus memenuhi syarat dukungan minimal dari partai politik atau gabungan partai politik yang ditetapkan oleh undang-undang. Alasan mengapa syarat ini diberlakukan adalah untuk memastikan bahwa calon presiden memiliki dukungan politik yang kuat dan representatif dari rakyat, sehingga dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan efektif, serta dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga negara lainnya, khususnya DPR. Juga untuk mencegah terjadinya fragmentasi politik dan polarisasi masyarakat yang dapat mengganggu stabilitas dan persatuan bangsa, serta hanya memunculkan calon presiden yang memiliki visi, misi, dan program yang jelas, konsisten, dan berkualitas.
Tapi belum banyak masyarakat yang paham akan konteks itu, masyarakat hanya tahu merekalah yang memilih Jokowi sebagai Presiden, jadi jangan hina presiden kami ⎼ kira-kira demikian. Selain itu, kata-kata Megawati yang sering menyebut Presiden Jokowi sebagai "petugas partai" juga tidak bisa diterima masyarakat. Masyarakat yang kecewa ternyata tidak sedikit, dan itu dibuktikan pada hari pemilihan umum 14 Februari kemarin, mereka menjatuhkan "penghakiman" kepada Megawati dan PDIP yang berujung anjloknya perolehan suara GAMA serta turunnya popular vote PDIP dari 19,33 % di 2019, menjadi 16,11 % (data Charta Politika) di pemilu 2024. Pemilu 2024 ini menjadi pembelajaran yang pahit namun berharga bagi Megawati dan PDIP untuk bagaimana berkomunikasi dengan lebih bijak kepada masyarakat agar tidak terkesan arogan.
Keputusan kontroversi dari Mahkamah Konstitusi.
Keputusan Mahkamah Konstitusi RI yang menyetujui pelonggaran syarat usia calon presiden dan wakil presiden⁵, menyebabkan Gibran Rakabuming Raka yang adalah anak Presiden aktif Joko Widodo bisa melenggang dengan mudah menjadi wakil dari Prabowo Subianto, yang kemudian menjadi paslon 02, Prabowo-Gibran. Keputusan itu disahkan oleh Anwar Usman sebagai ketua MK, yang merupakan paman dari Gibran sendiri, yang kemudian berujung dicopotnya sang paman dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi⁶.
Hal ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, ada yang tidak masalah dengan hal ini, namun ada juga yang marah, termasuk saya. Saya merasa ada masalah etika pada keputusan tersebut dan itu sudah dibuktikan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), dimana sang paman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik atas uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres)⁷.
Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran dan pendukungnya menganggap tidak ada masalah dengan keputusan itu, "ini saatnya anak muda untuk memimpin negara" - kata mereka. Saya setuju dengan anak muda memimpin nagara, tapi apakah harus menabrak konstitusi dengan sang paman sebagai ketua MK, dan ayahnya sendiri sementara menjabat Presiden RI? Menurut saya ini sudah nepotisme, inilah yang dilawan mahasiswa dan aktivis '98 dulu, mereka berjuang menumbangkan orde baru (orba) karena praktik Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) yang sudah menggerogoti Indonesia selama 32 tahun. Rasanya saya tidak percaya seorang Jokowi akan melakukan nepotisme, karena saya mendukung Jokowi selama 2 periode, dia harapan baru bagi Indonesia setelah reformasi '98, seseorang yang muncul dari meritokrasi politik, seorang rakyat biasa yang berhasil ke puncak jabatan politik di republik ini. Tapi fakta hari ini berkata lain, Jokowi sekarang membawa kita masuk ke neo orba dengan kembali menghidupkan nepotisme pada kekuasaan. Anak mantunya, Bobby Nasution menjadi Walikota Medan, putra bungsunya Kaesang Pangarep menjadi ketua umum partai, yang juga ada catatan, karena melalui "jalur khusus."
Gibran tidak mewakili anak muda Indonesia, karena dia anak muda yang memiliki privilege anak dari Presiden RI yang saat ini sementara menjabat. Gibran bukan anak muda yang merintis karir dari bawah, ya dia anak Presiden, Gibran menjadi calon wakil presiden tidak dengan meritokrasi, tapi nepotisme.
Penolakan Ganjar terhadap kehadiran timnas Israel di Piala Dunia U20 2023.
Sikap penolakan Ganjar atas kehadiran timnas sepak bola Israel saat Indonesia terpilih jadi tuan rumah piala dunia U20 2023 yang beujung pada batalnya penyelenggaraan pildun U20 2023⁸, ternyata berkontribusi juga pada kekalahan paslon 02, Ganjar-Mahfud. Meskipun tidak signifikan tapi harus diakui penggemar sepak bola di tanah air cukup banyak jumlahnya. Di timeline X (dulu Twitter) sampai hari ini masih ada yang menyampaikan kekecewaan mereka kepada Ganjar Pranowo, mereka menyalahkan Ganjar akan hal itu.
Kesimpulan
Dari ketiga faktor di atas, menurut saya, blunder Megawati dan PDIP-lah yang menjadi faktor terbesar kekalahan GAMA pada pilpres 14 Februari kemarin, seperti yang sudah saya tulis di atas. Sekaligus menyingkapkan fakta bahwa mayoritas masyarakat Indonesia saat ini masih mengedapankan emosionalitas daripada rasionalitas untuk memilih pemimpin republik ini 5 tahun ke depan. Semoga ini menjadi pelajaran berharga dan mahal bagi Megawati dan PDIP. Kami harus mengakui kemenangan paslon 02 Prabowo-Gibran, walaupun dengan gol "tangan Tuhan" tadi, dan dengan catatan "cacat etika dan konstitusi serta menginjak sumber hukum yaitu moral dan etika." Demikian kata dari seorang sahabat saya.
Harapan kami sekarang ada di pundak PDIP, kami sangat mengharapkan PDIP akan menjadi oposisi terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran nanti. Kami akan menghormati pemimpin Indonesia yang baru, tapi kami juga akan mengawasi serta mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak benar. Kami berharap juga pendukung Prabowo-Gibran melakukan hal yang sama, karena kita sama-sama pasti menginginkan Indonesia lebih maju dan mencapai Indonesia emas 2045 dengan baik.
Terakhir, saya mengutip teman facebook saya, Pak Reza A.A. Inkiriwang yang mengatakan: "Gagal atau kalah karena ketidakadilan dan penyimpangan memang sangat menyakitkan. Tapi itu bukan berarti kita pantas menyimpan dendam dan kepahitan yang justru malah menyebabkan kita tidak mencintai kebenaran dan keadilan itu sendiri melainkan kita malah akan semakin menyukai kebencian, kejahatan dan kekerasan. Tetaplah menjadi orang yang tangguh dan berdiri teguh dan bangkit kembali untuk menjadi lebih kuat dan tangguh dan tetap berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan dengan cerdas, berani dan bijaksana."
Bagaimana pendapat Anda? Mari bagikan pendapat Anda di kolom komentar, dan tolong sampaikan pendapat dengan santun dan bijak. Jika bermanfaat, bagikan opini ini ke seluruh dunia melalui media sosial Anda. Terima kasih sudah membaca opini saya.
Catatan kaki:
Tidak ada komentar