Apa Itu Masa Lent? Memahami Makna dan Relevansinya Bagi Orang Percaya Masa Kini
Setiap tahun, jutaan umat Kristen di seluruh dunia memasuki sebuah masa yang disebut Lent, atau Prapaskah. Masa ini merupakan waktu perenungan dan persiapan menjelang Paskah, yang memperingati kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Namun, apa sebenarnya masa Lent itu? Bagaimana sejarahnya berkembang, dan bagaimana seharusnya kita menghayatinya, khususnya dalam konteks gereja Protestan dan kehidupan umat percaya masa kini, termasuk di Indonesia?
![]() |
ilustrasi masa lent. Gambar: ascensionpress.com |
Asal Usul dan Sejarah Masa Lent
Istilah Lent berasal dari bahasa Inggris Kuno "lencten" yang berarti musim semi, mengacu pada masa pergantian musim yang melambangkan kehidupan baru. Namun dalam tradisi gereja, Lent merujuk secara khusus pada masa 40 hari sebelum Minggu Paskah—tidak termasuk hari Minggu—dimulai dari Rabu Abu (Ash Wednesday) hingga Sabtu Suci. Angka 40 ini merujuk pada berbagai peristiwa penting dalam Alkitab, termasuk 40 tahun bangsa Israel di padang gurun dan 40 hari Yesus dicobai di padang gurun (Matius 4:1-11).
Praktik ini berakar pada tradisi gereja mula-mula yang menetapkan masa persiapan rohani menjelang Paskah sebagai momen pertobatan dan pembaruan iman. Sejak abad ke-4, Lent menjadi bagian tetap dalam kalender liturgis gereja, khususnya di dalam gereja Katolik Roma, Ortodoks Timur, dan Anglikan. Pada masa itu, para calon baptisan mempersiapkan diri untuk dibaptis pada malam Paskah, sementara umat lainnya turut berpuasa dan berdoa sebagai bentuk solidaritas dan pembaruan iman. Maka, Lent bukan sekadar ritual, melainkan panggilan spiritual yang dalam.
Gereja-Gereja yang Melakukan Lent dan Praktik-Praktiknya
Berbagai tradisi Kristen di seluruh dunia memiliki cara khas dalam menghayati Lent. Gereja Katolik Roma, Ortodoks Timur, Anglikan, dan beberapa gereja Lutheran secara resmi menetapkan Lent dalam kalender liturgi mereka. Rangkaian praktiknya mencakup Rabu Abu sebagai hari awal pertobatan dengan tanda abu di dahi, Minggu-Minggu Prapaskah dengan bacaan Alkitab yang terfokus pada penderitaan Kristus, hingga Triduum Suci—tiga hari terakhir yang meliputi Kamis Putih (Maundy Thursday), Jumat Agung, dan Sabtu Suci.
Kamis Putih, sebagaimana dijelaskan oleh Ligonier Ministries, menjadi titik krusial dalam pekan suci. Hari ini memperingati Perjamuan Terakhir, saat Yesus membasuh kaki para murid-Nya dan memberikan perintah baru: “Kasihilah satu sama lain seperti Aku telah mengasihi kamu.” Kata “Maundy” sendiri berasal dari bahasa Latin mandatum, yang berarti “perintah.” Dalam gereja-gereja tersebut, liturgi pada Kamis Putih sering mencakup pembasuhan kaki sebagai simbol pelayanan dan kerendahan hati, serta pengosongan altar yang melambangkan penderitaan dan penelanjangan Kristus.
Sebagai informasi, Ligonier Ministries adalah lembaga pelayanan pendidikan teologi Reformed yang didirikan oleh mendiang Dr. R.C. Sproul pada tahun 1971. Berpusat di Amerika Serikat, lembaga ini dikenal secara internasional karena menyediakan pengajaran Alkitab yang mendalam, setia pada prinsip Sola Scriptura, dan berkomitmen untuk memperlengkapi umat percaya agar memahami iman Kristen secara lebih utuh dan teologis. Pandangan-pandangan dari Ligonier sering dijadikan rujukan oleh gereja dan pengajar Alkitab di seluruh dunia karena kejelasan dan kedalaman teologisnya.
Puasa selama Lent pun dilakukan dalam berbagai bentuk. Gereja Katolik menetapkan hari-hari puasa wajib dan pantang daging, sementara gereja Ortodoks menjalani pantang yang lebih ketat. Tujuannya bukan untuk menyiksa diri, tetapi untuk menumbuhkan pengendalian diri, pertobatan, dan kepekaan spiritual. Umat diajak untuk membaca Alkitab, merenung, berdoa lebih tekun, dan melakukan karya belas kasih.
Pandangan Gereja Reformed dan Perkembangannya di Indonesia
Di kalangan gereja Protestan, terutama Reformed dan Calvinis, sikap terhadap Lent lebih beragam. Tradisi Reformed secara historis mengutamakan Sola Scriptura dan cenderung menghindari praktik-praktik liturgi yang tidak secara eksplisit diperintahkan dalam Alkitab. Oleh karena itu, banyak gereja Reformed awal tidak memasukkan Lent dalam siklus ibadahnya. Mereka mengkhawatirkan bahwa penekanan pada ritual dapat menggantikan iman sejati kepada Kristus.
Namun, dalam beberapa dekade terakhir, muncul kesadaran baru di kalangan gereja-gereja Reformed akan nilai pembentukan rohani yang bisa diperoleh dari masa Lent. Beberapa jemaat Reformed mulai mengadopsi pendekatan reflektif terhadap Lent, bukan dalam bentuk liturgi wajib, tetapi sebagai sarana penghayatan iman yang lebih dalam. Ibadah, renungan, dan doa dipusatkan pada penderitaan dan kasih Kristus.
Di Indonesia, praktik ini juga mulai berkembang secara kontekstual. Di Manado, misalnya, terdapat gereja-gereja Protestan yang mulai memperkenalkan masa Lent kepada jemaatnya. Diantaranya GMIM Jemaat "Kristus" Manado, mereka tidak memaksakan praktik liturgis, tetapi memberikan panduan refleksi harian, pembacaan Alkitab, dan dorongan untuk berpuasa sebagai bentuk kesediaan menyerahkan diri kepada Tuhan. Beberapa gereja mengajak jemaat merenungi jalan salib dan menghidupi kembali makna kasih pengorbanan Kristus.
Namun tidak semua gereja Protestan di Indonesia mengikuti hal ini. Ada juga yang memilih untuk tidak merayakan Lent, baik karena tradisi gereja mereka tidak mengenal praktik tersebut, maupun karena kekhawatiran akan kebingungan jemaat terhadap makna yang sesungguhnya. Hal ini sah dan wajar dalam semangat kebebasan Injil—yaitu semangat yang menghormati kebebasan hati nurani orang percaya dalam hal-hal yang tidak secara eksplisit diperintahkan atau dilarang oleh Alkitab. Kebebasan ini bukan berarti relativisme, melainkan pengakuan bahwa dalam tubuh Kristus terdapat ruang bagi keberagaman ekspresi iman selama tetap setia pada inti Injil.
Menyikapi Lent Sebagai Orang Percaya
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menghidupi iman secara otentik, bukan sekadar melalui simbol atau ritus keagamaan, tetapi lewat relasi yang hidup dan bertumbuh dengan Kristus setiap hari. Dalam terang ini, masa Lent dapat menjadi waktu yang sangat berarti untuk memperdalam pengenalan kita akan salib, kasih, dan pengorbanan Kristus.
Salah satu presentasi dari SABDA dalam Biblical Habits Series (2025), meskipun masa Lent bukan merupakan perintah langsung dari Alkitab dan tidak diwajibkan untuk dilakukan semua gereja, namun hal ini tetap dapat dijadikan sebagai kebiasaan rohani yang membangun iman. Jika gereja memfasilitasi perayaan Lent, itu bisa menjadi sarana edukatif dan pembentukan spiritual yang efektif. Namun jika tidak, orang percaya tetap bisa menjalankannya secara pribadi. Justru dalam pendekatan pribadi inilah, Lent sering kali menjadi sangat bermakna karena melibatkan keputusan dan komitmen individu untuk menyediakan waktu khusus bersama Tuhan.
Praktik pribadi ini tidak perlu rumit. Mungkin bisa dimulai dengan membaca renungan Lent, memilih satu dosa untuk ditinggalkan, atau merenungkan satu aspek penderitaan Kristus setiap harinya. Yang penting bukanlah bentuknya, tetapi isi hatinya. Lent bukan tentang upaya menyenangkan Tuhan lewat perbuatan, melainkan tentang membuka hati untuk disentuh oleh kasih-Nya.
Penutup
Masa Lent bukanlah sekadar tradisi gereja kuno atau liturgi yang rumit. Ia adalah undangan yang terbuka bagi siapa saja yang rindu memperdalam relasinya dengan Yesus. Dalam dunia yang terus bergerak cepat dan sibuk, Lent mengajak kita untuk berhenti sejenak, menata hati, dan kembali fokus kepada pengorbanan Kristus. Entah dilakukan secara komunitas atau pribadi, yang terpenting adalah sikap hati yang penuh syukur, rendah hati, dan siap untuk bertumbuh.
Kiranya setiap umat percaya dapat menghayati masa ini dengan hikmat dan pengertian, serta menggunakannya sebagai kesempatan untuk bertobat, memperbaharui komitmen iman, dan menghidupi kasih Kristus dalam keseharian. Lent bukan keharusan, tetapi bisa menjadi berkat. Dan dalam semangat kebebasan Injil, biarlah setiap orang percaya dan setiap gereja diberi hikmat untuk memutuskan, dan keberanian untuk menghidupi makna salib Kristus dalam cara yang paling otentik dan penuh kasih.
Referensi:
-
“Lent, Apa dan Mengapa?” Buletin Pillar. Diakses dari https://www.buletinpillar.org/alkitab-theologi/lent-apa-dan-mengapa
“What Is Maundy Thursday?” Ligonier Ministries. Diakses dari https://learn.ligonier.org/articles/what-is-maundy-thursday
-
“AI dan Lent.” SABDA Live, 3 Maret 2025. Diakses dari https://static.sabda.org/live/Biblical_Habits/20250303_MLC_AITalks_AI_dan_Lent.pdf
2 komentar